Visual Arts Seminar Tour 2005 Surabaya

doc: Petra Uni Surabaya

Seputar Kampus

Modal Animator, Desainer dan Video Maker:

Skill dan Kreativitas

secanggih apapun, teknologi hanyalah alat bantu sedangkan manusia tetap merupakan otaknya Semua desain dimulai dari imajinasi, nggak perlu komputer, cukup dengan kertas dan pensil.

Siang itu (27/4), Auditorium UK Petra terasa ramai dipenuhi peserta dengan tempelan stiker di lengan kiri. Rupanya, stiker dengan ilustrasi pemuda yang sedang melakukan gerakan break dance adalah tanda peserta untuk Visual Art Seminar Tour 2005. Program bersama antara Jurusan Desain Komunikasi Visual UK Petra dengan Digital Studio ini mengusung tema Digital Animation, Broadcast Motion Graphics dan Video Music.
Ketiga pembicara, Deswara Aulia, Boyke Saladyne dan Anggun Priambodo menjelaskan bahwa secanggih apapun, teknologi hanyalah alat bantu sedangkan manusia tetap merupakan otaknya. Pembicara utama, Deswara Aulia, mengemukakan, sebagai seorang animator, ia memulai kegiatannya dengan desain yang ingin dianimasikan. "Semua desain dimulai dari imajinasi, nggak perlu komputer, cukup dengan kertas dan pensil," ujarnya. Kemudian diikuti dengan proses modelling, dimana animator membuat model atau sketsa tokoh animasi sesuai dengan karakteristik yang ingin ditonjolkan. Kesan tokoh baik, jahat atau lucu bisa dilihat dari bentuk fisik tokoh. Untuk menambah ilmunya, tutor dan pengajar di Digital Studio ini belajar anatomi tubuh manusia. Mempelajari seluk beluk tubuh manusia membuatnya lebih mudah dalam membuat sebuah tokoh.
Sesi kedua menghadirkan Boyke Saladyne sebagai pembawa materi Broadcast Motion Graphics. Tema ini banyak bercerita tentang aplikasi desain grafis bergerak yang merupakan kombinasi berbagai disiplin ilmu untuk mengkomunikasikan bahasa visual sesuai tujuan dalam waktu tertentu secara efektif dan efisien dalam media broadcast.
Broadcast Motion Graphics berkaitan dengan identitas program acara di televisi, baik di pembukaan, jeda iklan maupun akhir sebuah program. Di sinilah desainer Broadcast Motion Graphics melakukan tugasnya. Pekerjaan Boyke ini menuntut desainer untuk mengenali pesan yang ingin disampaikan oleh program tersebut. Pria yang mengenakan kaos hitam ini mencontohkan karyanya yang ditampilkan di Trans TV, Bule Gila dan Paranoid. Untuk Bule Gila, ia mengambil potongan wajah bule (orang asing) dengan ekspresi aneh yang kemudian disatukan dengan gambar bajaj dan becak. Di bagian credit title, ia memberikan gambar Monas, simbol kota Jakarta, yang disamarkan.
Sedangkan Paranoid, banyak menggunakan warna hitam dengan tampilan aksara Jawa dan suara teriakan. "Acara ini konsepnya misteri, jadi kesan angker harus dimunculkan," jelasnya. Pria ini juga menambahkan bahwa motion graphics yang menggunakan lagu sebagai latar harus memperhatikan waktu dan space. "Keduanya harus sinkron, dimana motion yang ditampilkan harus pas dengan ketukan lagu pengiring," paparnya.
Memasuki sesi terakhir, Music Video diisi oleh Anggun Priambodo. "Antara video dan lagu harus ada hubungannya," jelas pria berambut keriting yang telah membuat video klip Mocca, Peterpan dan Project Pop. Ia juga menceritakan tahapan proses pembuatan sebuah video musik. Diawali dengan cerita produser tentang artis dan pilihan lagu yang ingin dibuatkan video musik. Konsep berasal dari sutradara tetapi artis juga dapat memberikan ide untuk menyempurnakan alur video musik. Dikarenakan, artis yang membawakan lagu dianggap lebih tahu tentang makna yang ingin disampaikan. Namun, tak semua artis ikut urun ide, biasanya mereka menyerahkan sepenuhnya pada konsep sutradara.
Ia juga menambahkan bahwa video musik memberikan pengaruh pada lagu. "Bisa saja orang tidak suka lagu tapi suka video klip dan begitu sebaliknya," jelasnya. Keadaan ini yang menurutnya bisa mengubah pandangan seseorang terhadap sebuah lagu. Apalagi, saat ini tren video musik yang disukai adalah video klip yang mempunyai alur cerita.

Raina